Kilas balik masa kecil Sanji terus berlanjut dengan enam bulan sudah berlalu sejak masa pengurungan Sanji oleh ayahnya. Selama itu, ia terus mengenakan topeng besi yang diciptakan ayahnya. Keberadaannya juga dirahasiakan dari warga germa lainnya. Banyak yang menyangka jika ia sudah mati.
Tap tap tap. Seorang penjaga pergi ke dapur istana untuk mengambil makanan. Ia kemudian membawanya ke suatu tempat. Kejadian itu sepertinya sudah berulang kali dan menjadi rutinitas bagi para penjaga dalam enam bulan terakhir. Tak ada yang tahu kemana mereka membawa makanan itu. Tak pelak lagi, kegiatan itu kemudian menjadi pembicaraan hangat bagi para koki di dapur istana.
"Aku penasaran kemana orang itu membawa sarapannya setiap hari" kata seorang koki bertanya-tanya.
"Coba tebak" sahut yang lain.
"Kita juga tidak kedatangan tamu akhir-akhir ini" ucap seorang koki wanita kepada temannya.
"Berhentilah memikirkan semua itu. Tugas kita hanya untuk mengikuti perintah yang mulia raja." bentak seorang koki yang lebih tua. Pria tua itu sepertinya koki senior bagi yang lain.
"Baik tuan."
Namun, koki lainnya masih terus bergosip. "Mungkin mereka menyembunyikan semacam tamu istimewa di istana ini"
"Aku bertaruh kalau dia itu istri baru raja!"
"Oh, iya juga. Kalian pernah mendengar kalau salah satu penjaga sering mendengar bunyi-bunyi aneh dari menara?"
"Hentikan kalian semua!" bentak seseorang lagi sekaligus mengakhiri pembicaraan.
Sementara itu, penjaga yang membawakan makanan tadi sampai ditempat tujuan. Sebuah ruangan khusus berjeruji besi yang dijaga dua orang penjaga. Disitulah Sanji kecil dikurung sebagai bentuk hukuman oleh ayahnya.
Clang!
Dari dalam sel, Sanji hanya duduk diam sambil menoleh ke arah datangnya suara. Ia masih mengenakan topeng besi buatan ayahnya. Sudah waktunya makan. Pengantar makanan meletakkan baki makanan ditempat yang disediakan khusus bagi penjara. Sementara penjaga yang berjaga, mendekati sel dan membuka kunci topeng Sanji dari arah luar. Sanji kemudian makan dengan lahap sambil diawasi penjaga dengan ketat. Dari arah luar, dia dapat mendengar suara keriuhan saudara-saudaranya sedang berlatih dengan keras.
Fiuh! Fiuh! Ia hanya dapat memonyongkan bibirnya mendengar kegembiraan saudara-saudaranya sementara ia sendiri terkunci didalam seorang diri.
Di depan halaman istana. Vinsmoke Judge bersama asistennya mengawasi jalannya latihan anak-anaknya. Ichiji berhasil memukul seorang prajurit hingga terhempas balik.
"Kemampuan yang mengagumkan. Memanggil anak-anak ini sebagai manusia super memang tidak ada salahnya" kata seorang asisten Judge.
"Wahaha! Kalian membuatku bangga, anak-anak!" kata Judge tersenyum gembira. Keempat anaknya segera berlari mendekati ayah mereka.
"Ayah! Ayah!" teriak mereka.
"Aku menyayangi kalian semua lebih dari apapun!" katanya lagi sambil memeluk keempatnya dengan senyum yang lebar. Ia tampak sangat bahagia.
Di tempat yang berbeda, Sanji, masih meneruskan sarapannya didalam sel. Sambil mengunyah makanan, ia teringat kembali dengan beberapa kenangan sebelumnya.
......
"Aduh!" teriak Sanji. Tangannya berdarah setelah teriris pisau. Ia rupanya sedang mencoba membuat masakan sendiri di sebuah dapur istana. Seorang koki senior memergokinya lalu segera menyuruhnya pergi.
"Ya ampun, Sanji! Kamu harus pergi segera! Disini bukan tempatnya seorang bangsawan menghabiskan waktu!" kata koki tua itu.
"Akhirnya selesai juga!"
Ia berhasil menyelesaikan masakan pertamanya. Setelah semuanya siap, ia kemudian bersiap-siap untuk pergi. Dengan memakai jas hujan dan membawa sebuah payung, dia melangkah ke luar istana sambil membawa ransel perlengkapan. Sementara diluar, cuaca hari itu sedang sangat buruk, hujan lebat disertai badai.
"Apa tuan yakin mau pergi seorang diri?! Ruang perawatan letaknya cukup jauh dari sini, dan juga ada diluar kastil. Belum lagi cuaca seperti ini..." kata seorang prajurit memperingatkan Sanji.
"Aku pergi! Jangan ikuti aku!" sahutnya. "Oh iya, jangan beritahu ayahku" tambahnya lagi sambil melangkah pergi. Prajurit itu hanya bisa memandangi dari arah belakang.
Tak lama kemudian, badai besar benar-benar datang.
"Badai besar datang! Masuk ke dalam rumah kalian masing-masing!!" seorang penjaga berlarian berusaha memberikan peringatan bagi yang lain.
Badai besar itu membuat kapal Germa bergoyang kesana kemari. Namun itu tak membuat Sanji gentar. Ia meneruskan perjalanannya.
Grr... Kali ini seekor anjing muncul berusaha menerkam makanan yang dibawa Sanji.
"M-makanan ini bukan buatmu!" kata Sanji sambil berusaha mempertahankan bawaannya.
Guk! Guk!!
Ahhh!
Akhirnya, setelah bersusah payah, ia sampai juga ditempat tujuan. Sebuah ruang perawatan! Tubuhnya basah kuyup oleh air hujan. Dari balik jendela, seorang perawat wanita dengat terkejut melihat kedatangan Sanji. Ia segera keluar untuk membawanya masuk.
Heeh.. Heeh.. Sanji terengah-engah.
"T-tuan Sanji?! Apa kau datang kesini seorang diri?!".tanyanya sedikit khawatir. Perawat itu wanita paruh baya dan sedikit gemuk.
Tak ada jawaban. Namun Sanji segera menyerahkan kotak berisi masakan buatannya. Perawat menerimanya sambil mengamati. Masakan itu compang-camping dan mengeluarkan bau yang aneh.
"Baunya buruk sekali ....tapi yang mulia ratu hanya dapat makan sedikit. Jadi, kami harus selektif dalam memilih makanannya" kata perawat itu.
"Tapi, jika makanan ini cukup en-" katanya lagi sambil mencicipi.
Bwahhhhhh! teriak perawat sambil mengeluarkan asap berwujud tengkorak.
Woaaah?! Sanji bahkan ikut-ikutan berteriak.
Kemudian Sanji masuk ke dalam ruangan lain. Suasana ruangan itu agak tenang dan perabotannya tertata rapi. Di tengahnya terdapat sebuah ranjang besar dimana seorang wanita terbaring diatasnya. Sanji hanya berdiri mematung dihadapannya.
"Datang sejauh ini hanya untuk menemuiku, Sanji! Kamu akan dimarahi ayahmu lagi jika dia sampai tahu!" kata wanita itu tersenyum manis. Dia duduk sambil memandangi sajian yang dihidangkan didepannya.
"Wah, apa kau yang membuat semua makanan ini?"
"Y-Ya..." sahut Sanji pelan.
"Epony!" panggil wanita itu.
"Y-ya, nyonya!"
"Kau tak perlu repot-repot lagi menyiapkan makanan ini. Aku akan menyantap makanan yang sudah dibuat Sanji untukku!" katanya sambil menunjuk makanan lain. Makanan yang sudah disiapkan Epony sebelumnya.
"Ah.. Itu.. Makanan buatannya jadi berantakan selama perjalanannya kemari... Jadi kita harus membuangnya ke tempat sampah!" Epony mencoba membuat saran. Namun wanita itu tak mendengarkan.
"Cantik sekali! Gulungan telur, dan.. beberapa pisang, sepertinya." katanya tersenyum lagi.
"A-aku.. Aku minta maaf ibu! Aku mengacaukannya!! Aku mengalami gangguan selama perjalanan kemari dan menjatuhkannya... Makanannya jadi hancur dan basah terkena air hujan... dan juga..." ucap Sanji terbata-bata. Ia nyaris menangis sambil memegangi penutup kepalanya.
"Um, Ibu coba dulu..."
"❤ Mmmmm ❤! Rasanya lezat sekali!!"
"Benarkah?!" sahut Sanji gembira. Ia terlihat senang sekali. Di lain pihak, Epony hanya ternganga kaget tanpa bisa berkata-kata.
"Benarkah?! ...memang enak?" gumam Epony.
Kotak makanan itu pun kemudian menjadi kosong setelah dihabiskan.
"Maukah kau membuatkanku sesuatu lagi?!" kata ibu Sanji lagi.
Kemudian, dalam siluet ditampilkan sebuah kuburan dengan batu nisan.
......
Kembali ke tempat Sanji dipenjara. Ia hampir menyelesaikan makannya. Setelah itu, ia menemui penjaga bermaksud meminta sesuatu.
"Buku memasak dan beberapa peralatan memasak?" tanya penjaga heran. Ia rupanya berkeinginan belajar memasak.
Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, ia segera memulai pelajarannya. Dengan membuka sebuah buku, ia memulai masakannya.
"All... Blue?" gumamnya sambil mengamati isi buku dalam-dalam.
......
Kemudian,...
"Hey, lihat... Ini memang dia."
"Wah! Kau benar!"
Terdengar beberapa suara dari luar. Mereka ternyata adalah saudara-saudaranya Sanji; Ichiji, Niji dan Yonji. Entah bagaimana mereka bisa tahu kabar keberadaan Sanji.
"Jadi kau tidak benar-benar mati! Padahal ayah sudah berpidato seperti itu".
"Oh, karena dia sudah berharap kebohongan menjadi nyata! ...Maka, kami dapat memberikan ayah kebahagiaan sejati dengan memastikan kau benar-benar mati!".
Tampak Ichiji memegang kunci penjara. Dari wajah mereka menyiratkan suatu rencana yang kejam.
Setelah mereka masuk, ketiganya langsung mengeroyok Sanji hingga babak belur.
"Kau menyedihkan.. Kegagalan total!"
Dari luar, Reiju hanya mendengarkan tanpa bisa melerai. Wajahnya menampakkan kekesalan. Setelah ketiganya pergi, dia kemudian mendekati Sanji.
"Hanya untuk memastikan, aku bukan dipihakmu, ok? Aku tak ingin berakhir sebagai target mereka berikutnya." kata Reiju sambil mengobati wajah Sanji.
"Mereka bertiga itu sudah berubah jadi prajurit super yang ayah mimpi-mimpikan. Tapi mereka kurang memiliki kapabilitas merasakan emosi seperti empati atau simpati!"
"Modifikasinya juga berhasil ditubuhku.. tapi, aku tak menjadi seperti mereka."
Dia kemudian memberitahu sesuatu. "Seperti yang kau tahu, kita akan melintasi Red Line. Tak lama lagi, kita akan terlibat beberapa pertempuran di East Blue."
Dari luar, kapal keong raksasa yang membawa istana Germa, satu persatu memanjat naik Red Line tegak lurus. Sanji yang berada di penjara, terjatuh terbalik bersama barang-barang yang ada didalamnya.
"Kita akan memulai perjalanan kita menuju East Blue. Lama perjalanannya sekitar tiga minggu dari sekarang."
Reiju membalut luka ditangan Sanji.
"Reiju... Aku... Ingin menjadi seorang koki!"
"Jangan berbicara omong kosong seperti itu kepadaku!" teriak Reiju.
......
Tiba di East Blue... Sebuah kapal menyerang kapal Germa dari belakang.
"Itu Germa 66! Mereka benar-benar ada!!"
"Tuan Judge! Kotzian mengetahui kehadiran kita!" kata seorang prajurit.
"Jangan biarkan mereka! Lanjutkan pembantaian!" perintah Vinsmoke Judge. Pertempuran kemudian terjadi.
Kembali ke sel tempat Sanji ditahan. "Jika aku kabur disini sekarang.. Di East Blue.. Aku tidak harus melihat wajah ayah lagi.. Begitukan?!" kata Sanji kepada Reiju. Reiju hanya menatap adik kecilnya, sementara air mata mulai berlinang dari matanya.
"Mundurlah." kata Reiju kemudian sambil memegang kedua jeruji besi. Dengan kekuatannya, gadis kecil itu membengkokkan jeruji besi lebar-lebar.
"Kamu tidak akan mendapatkan kesempatan kedua karena ini! Kamu lebih baik tidak mengacaukannya!" katanya lagi. Dia memberikan sanji kesempatan untuk keluar.
Sementara dari luar, pertempuran Germa dengan musuhnya berlangsung sengit. "Mulai penyerangan! Kalahkan Kotzia!"
Sanji pergi mencari kunci topeng besinya. Di sebuah ruangan, ia berusaha mengambil kunci yang bergelantungan dari tempatnya. Tanpa diduga, Vinsmoke Judge masuk dan memergokinya.
"Wah, wah, apa ini!! Ah.. Itu cuma kau, Sanji. Aku tidak memberikan kau izin untuk meninggalkan selmu."
Wajah Sanji berubah pucat pasi. Sambil membawa sebuah pisau, ia mengacungkan pisau ke arah ayahnya dan mengancamnya.
"Aku akan pergi dari sini! Tak ada seorang pun yang mampu mencegahku, tidak juga kau!"
"Lama tinggal di basemen sepertinya sudah merubah kelakuanmu. Kau itu tak lebih hanya orang biasa. Orang dengan kelemahan sepertimu tak mungkin punya peluang untuk bertahan di dunia yang kejam ini. Itu kematian buatmu." kata Judge datar.
"Aku tak perduli dengan apa yang ayah pikirkan! Kalau coba-coba menghentikan aku, aku akan.. !!"
Judge sepertinya tak berusaha menghentikan Sanji.
"Suara itu ...yang terus berdengung ditelingaku.. Seberapa keras pun aku menginginkannya, sisi manusiaku tidak dapat mengijinkannya, meskipun seberapa tidak bergunanya kau, aku tetap tak dapat menyingkirkan kau dari tanganku. Tapi sekarang, kesempatan ini datang sendiri.. Kau berharap untuk pergi dari sini atas keinginanmu. Aku tak punya alasan untuk menghentikanmu. Silahkan ambil kuncinya dan pergilah kemanapun kau mau." kata Judge lagi.
"Ng.. ng.. gg.." Sanji mulai terisak-isak. Air mata mulai berjatuhan dari mata di balik topeng besinya. Ia sangat kecewa saat mendengar umpatan dari ayahnya.
"Tetapi, sebagai ayahmu.. Aku punya satu permintaan terakhir untukmu, Sanji. Itu tentang hubungan keluarga diantara kita. Dalam situasi apapun, kau tidak boleh mengakui dirimu sebagai keturunanku! Kau yang memalukan dalam hidupku.. Seseorang yang sudah memberi aib bagi diriku. Apa kau sudah mengerti?"
"Uwaaaahh.. Aaaaaahhh!! Ng.. Waaaaaahhhh!!!" Sanji tak dapat lagi menahan kesedihannya. Ia menangis sekeras-kerasnya.
Reiju yang ikut mendengarkan pembicaraan itu dari balik dinding, ikut menangis sambil menutupi kedua matanya.
"........!!!"
Dari luar, peperangan masih terjadi. Prajurit Germa berlarian kesana kemari.
"Apa yang akan kita lakukan terhadap kapal pesiar yang dipelabuhan itu?!" kata seorang prajurit.
"Mereka tidak ada hubungannya dengan misi kita. Biarkan mereka." perintah yang lain.
Dilain pihak, Sanji dan Reiju sudah berada diluar kapal Germa.
"Naiklah keatas kapal itu, Sanji!! Berhentilah menangis dan segera naik kesana! Kamu tidak akan pernah kembali kepada kami, kau mengerti?!" kata Reiju sambil menunjuk sebuah kapal pesiar.
"Y-Yah!" sahut Sanji. Ia masih tak hentinya menangis.
"Dunia ini sangat luas.. Satu hari nanti.. Kau pasti akan menemukan orang-orang yang akan memperlakukanmu dengan perlakukan yang sepantasnya!!!" kata Reiju kepada adiknya. Dia juga ikut menangis.
"Pergilah! Jangan melihat ke belakang.. Jangan balikkan punggungmu!!" teriak Reiju untuk terakhir kalinya.
"Uwaaahhhhhh!!" Sanji berlari kencang sambil menangis sekuat-kuatnya.
......
Kilas balik Sanji berakhir, dimana Sanji kembali dibuat babak belur oleh ketiga saudaranya. Setelah mereka pergi, para prajurit mendekati Sanji dan berusaha membantunya. Reiju kemudian datang mendekati mereka.
"Pergi dan menyingkirlah!" bentak Reiju.
"Oh.. B-begini, nona Reiju. Kami harus merawat luka-luka tuan Sanji."
"Apa kau tidak mengerti dengan pergi dan menyingkir!" bentak Reiju kembali. Para prajurit segera meninggalkan mereka.
Di lantai, Sanji terbaring dengan tangan terlentang. Sementara wajahnya babak belur nyaris tak bisa dikenali.
"...ugh, apakah itu benar-benar wajah pria yang akan menemui tunangannya? Itu hanya pemilik restoran yang kau biasa bekerja dengannya! Kenapa kau sangat perduli? Kau harusnya tahu apa yang akan terjadi jika kau kembali lagi kesini!!" kata Reiju.
"Aku tahu kau punya kenangan yang tidak menyenangkan tentang tempat ini, Sanji."
......
Dari Hutan Penggoda, tempat pertarungan antara Luffy dengan Komandan Cracker.
Pertarungan sudah berlangsung 11 jam nonstop.
"Heeh.. Heeh.. Guuh.. guh.." kata Luffy terengah-engah. Ia kesulitan bernafas. Sementara tubuhnya menggelembung seperti balon besar.
"Aku kenyang sekali, sialan!!!"
"Tak ada yang menyuruhmu untuk memakan mereka!! Aku tidak memberi biskuit dengan gratis, sialan!!!" bentak Cracker. Ia menjadi kesal karena Luffy terus menghabiskan setiap prajurit biskuit yang dibuatnya.
"Heeh.. heeh.. Berani sekali kau menghancurkan prajurit biskuitku!"
"Bertarung... Lari... Makan... Lagi-lagi diulang.. Aku mulai muak dan lelah dengan strategi bertarungmu!!"
Dari sekitar arena, terlihat banyak prajurit Cracker yang hancur berserakkan dimana-mana.
"Tuan Cracker" seru King Baum. Homies pohon besar yang menyaksikan pertarungan itu ikut prihatin dengan tuannya. Namun, ia sendiri sedang tak berdaya karena dalam kekuasaan Nami. Sementara Nami, berdiri berlindung dibalik mulut besar Homies pohon.
"Aku mengira dia membual saat dia bilang akan membuat biskuit tanpa henti, tapi.." kata Nami. Dia memegang tongkat Clima Tactnya.
"Itu tak penting.. Karena staminanya.. Bukannya tanpa batas!" sahut Luffy.
"Lihat siapa yang berbicara?! Silahkan, kunyah saja terus dimukamu itu. Aku akan melihat sampai akhinya kau meledak dan mati! Mungkin, sudah itu, teman kecilmu akan menyadari betapa menakutkannya semua ini!" teriak Cracker sambil tersenyum sinis.
"Tak masalah, lakukan saja!! Aku akan makan apapun semua yang kau sajikan!! Butuh lebih banyak dari ini untuk menghentikanku bertemu Sanji!!!" tegas kapten Topi Jerami, Monkey D. Luffy.